Melacak Dengan Obsesif

Normalnya, banyak orang ke mall adalah untuk shopping, atau sekedar lihat-lihat bagi yang kantongnya kempes. Wajarnya orang tamasya adalah untuk refreshing. Wajarnya orang sekolah itu untuk menuntut ilmu (katanya).

Saya kalau ke pasar, mall, atau pameran, jarang sekali bertanya, “Harganya berapa?” Tapi lebih sering bertanya, “Bisa liat barangnya?” kemudian memutar-mutar dan melihat kualitasnya. Setelah menemukan nilai tambah dari barang tersebut, biasanya akan saya lanjutkan dengan pertanyaan, “Bisa saya bantu jualkan?”

Refreshing saya tidak harus ke tempat-tempat wisata, cukuplah di toilet, menikmati tekanan dibagian bawah sambil memutar otak di bagian atas. Itu merupakan sebuah kombinasi dahsyat yang akan selalu berujung pada sesuatu hal yang baru. Tidak banyak yang tahu bahwa begitu banyak langkah-langkah saya (yang katanya nyeleneh) itu berawal dari sebuah aktifitas ngeden di wese.

Ada yang mengatakan bahwa saya hobi jalan-jalan ke berbagai tempat. Hidup ini hanya sekali, mengapa tidak kita gunakan untuk menikmati alam ciptaan Tuhan? Sangat sayang sekali jika waktu hidup kita tidak diiringi dengan menikmati indah alam ciptaanNya. Lalu ada yang berpendapat bahwa uang saya banyak, bisa untuk jalan-jalan, bisa untuk makan-makan. Bahkan ada yang mengatakan, bahwa hidup saya sangat menggiurkan dan membuat beberapa diantara mereka iri. Ada juga yang bertanya tentang sebuah pekerjaan apa yang saya lakukan untuk bisa menghasilkan uang yang sedemikian itu untuk berkeliling Indonesia (sementara masih daratan Jawa, hehe).

Sejujurnya, saya sendiri tidak tahu apakah anggapan mereka itu benar menurut saya atau tidak. Karena apa-apa yang saya lalui itu adalah hasil dari persetujuan antara pikiran, perasaan, dan perbuatan. Saya menjalani semua itu dengan begitu menikmatinya.

Mungkin ada beberapa fakta yang belum diketahui oleh banyak orang.

Ijazah terakhir saya, nilai tertingginya adalah angka 9 terbalik. Ada begitu banyak angka 5, dan ada satu angka 4. Ijazah ini tidak akan berguna jika saya gunakan untuk melamar kerja, tapi lumayan manjur untuk saya bawa ke KUA. Saya tidak pernah berpikir untuk mengejar sebuah status pekerjaan. Dan akan terlihat aneh jika kemudian banyak orang yang menanyakan pada saya tentang tips-trik manajemen keuangan dan pekerjaan. Bukankah seharusnya saya yang bertanya pada mereka?

Lalu, langkah-langkah selanjutnya adalah tentang sebuah obsesi. Ia merupakan sebuah perasaan menggebu yang menjadi penyemangat dan pendorong bagi ruh kita untuk memulai sebuah langkah kecil untuk sebuah hasil yang besar. Saya pernah menuliskan sebuah tulisan tentang bagaimana memulai langkah kecil yang baik, dan apa saja yang sebenarnya perlu dipersiapkan lebih dalam dan lebih matang dari hal itu, bisa kamu baca di sini: Belajar Dalam Kondisi Rileks. Semua itu dimulai dengan niat dan tekad yang kuat untuk belajar. Ada banyak poin kunci yang pernah saya tulis di sana.

Obsesi yang baik untuk mendukung percepatan pencapaian visi dan misi adalah diawali dengan niat yang menyeluruh, yang manfaatnya bisa dirasakan oleh banyak orang. Bukan obsesi untuk keuntungan pribadi.

Ibaratnya adalah seperti diri kita yang sedang berada dalam sebuah organisasi, yang di dalamnya terdapat beberapa struktur dan anggota. Organisasi pasti mempunyai visi dan misi, dan setiap anggotanya mempunyai kewajiban untuk mendukung penuh planning yang telah dirancang oleh struktur. Ketika kita bergerak untuk kepentingan organisasi, dan ketika apa yang kita lakukan itu membuahkan hasil, siapa yang kemudian memetik manis dari hasil yang kita kerjakan? Sudah tentu yang merasakan adalah semua pihak yang terlibat dalam organisasi tersebut, dan kabar baiknya adalah bahwa diri kita termasuk salah satu diantaranya.

kamu pasti bisa mengerti analogi yang saya contohkan diatas. Sebuah renungan singkat tentang sebuah niat. Ketika kita berniat untuk mensejahterakan banyak pihak, maka secara tidak langsung diri kita juga akan terkena efek positifnya. Dan ketika kita berniat hanya demi kepentingan pribadi, maka akan menghilangkan banyak faktor-faktor pendukung dari visi misi yang telah dicanangkan untuk tercapainya kepentingan itu tadi. Yang paling mencolok adalah tentang kerjasama kolektif.

Terkadang, sudut pandang juga memiliki peran besar dalam menentukan arah kebijakan yang ingin kita jalani. Seperti saya misalnya, yang sudah saya tuliskan di awal sebagai prolog. Saya memiliki penyakit kelainan. Melakukan tindakan A di tengah-tengah masyarakat yang melakukan tindakan B. Dan bagi saya, itulah cara saya melacak sebuah pilihan dengan obsesif menurut sudut pandang dari pikiran, perasaan, dan perbuatan.

Bagaimana dengan kamu?

Yakin Ngga Mau Komen?