Cara Merekrut Karyawan, Untuk Kamu yang Trauma Mengelola SDM

Sekarang ini semua orang berbondong-bondong buka lapangan pekerjaan. Awalnya, mereka ngga kepikiran buka lowongan. Tapi karena orderan makin banyak, mereka mulai sadar pentingnya punya tenaga tambahan untuk membantu operasional usaha.

Banyak banget temen-temen saya yang setahun/dua-tahun lalu masih super-human (kerja sendiri), sekarang udah punya belasan sampai puluhan karyawan.

Dan dibalik perjuangan mereka, ada aja kisah-kisah hikmah seputar rekrutmen karyawan.

Ulasan ini saya tulis berdasarkan pengalaman mereka, juga pengalaman pribadi merekrut dan mengelola SDM untuk berbagai bidang.

Jangan Rekrut Tenaga Ahli

Tenaga ahli itu bukan direkrut untuk jadi karyawan. Selain biayanya mahal, SOP-nya ketat, dia kerja dengan cara dia. Kita yang menyesuaikan, jadi ngga fleksibel.

Tenaga ahli juga akan lebih tepat kalau kita posisikan sebagai outsource, atau juga sebagai konsultan. Jangan masukkan ke dalam tim.

Tenaga ahli itu dijadikan partner. Ini cara paling tepat untuk bergerak cepat di era industri 4.0.

Apakah seterusnya seperti itu? Tentu ngga, akan ada waktu yang lebih tepat di mana kamu memang benar-benar butuh tenaga ahli di dalam internal perusahaan (tim). Tapi jangan gegabah untuk merekrut mereka kalau usia perjalanan usaha kamu masih di bawah 5 tahun.

Seperti yang saya bilang, kalau mau merasakan atmosfir tenaga ahli (saat usia usaha masih di bawah 5 tahun), jadikan mereka partner. Ajak mereka untuk memiliki saham, ownership. Tapi pastikan juga mereka benar-benar ahli, bukan ahli-ahlian.

Begitu pula saya. Saya memposisikan diri saya sebagai tenaga ahli di bidang web dan SEO.

Maka saya tidak mau dijadikan karyawan di dalam perusahaan orang. Saya mau kalau dijadikan outsource, cara main ikut aturan main saya, SOP-nya jelas. Atau, kalau peluangnya menarik, saya menawarkan diri sebagai salah satu pemilik saham (ownership).

Begitulah.

Bagaimana Rekrut Karyawan yang Terjangkau?

Terjangkau di sini maksudnya fee-nya.

Seperti yang saya katakan sebelumnya, kamu akan secara otomatis menemukan SDM yang terjangkau kalau kamu memutuskan untuk tidak rekrut tenaga ahli di tahun-tahun pertama bisnis kamu berjalan.

Kalau dikit-dikit di kepala kamu adanya “Saya harus punya SDM ini, itu, ono, dll” ya kamu ketemunya sama fee yang mahal-mahal.

Biasakan pakai teknik scouting.

Ini teknik yang biasa dipakai oleh perusahaan yang bergerak di industri yang mengandalkan SDM sebagai pasukan garda terdepan dalam menghadapi berbagai tantangan.

Seperti:

  • Olahraga (sepak bola, basket, dll)
  • Game player (untuk tournament)
  • Programmer

Perusahaan-perusahaan ini selalu punya divisi inkubasi atau karantina atau akademi, you name it. Untuk mengasah ketajaman skill para peserta yang berhasil mereka rekrut melalui scouting.

Didik dan Kontrak

Melalui scouting itu kamu akan mendapatkan banyak SDM setengah jadi. Mereka memang belum siap untuk kerja-kerja profesional, tapi secara spek, mereka sudah sangat mumpuni. Yang perlu dilakukan selanjutnya adalah dididik untuk jadi profesional.

Pasti ada diantara kamu yang truma mendidik SDM. Trauma karena mengalami sendiri, atau truma karena mendengar cerita orang lain.

“Mendidik susah-susah, pada akhirnya keluar juga.”

Kalau mikirnya seperti itu, berarti harus ada yang dikoreksi dalam cara berpikirnya.

Buktinya, perusahaan yang menggunakan scouting itu tetap jalan terus proses scouting dan inkubasinya. Mereka juga susah mendidik dan investasi lho.

Cobalah studi banding ke perusahaan yang mempunyai divisi semacem ini, bagaimana cara kerja mereka, dan apa orientasi mereka.

Belajar dari The Jakarta Post

Saya akan ulas ringkas bagaimana The Jakarta Post membuat ekosistemnya.

Pertama, Jakarta Post punya program bernama Calon Wartawan. Ini semacam program inkubasi selama 1 tahun. Di mana pesertanya sudah melalui proses seleksi ketat, dan peserta program Calon Wartawan ini semuanya digaji. Masih calon saja sudah digaji. Supaya apa? Ya supaya serius.

Meski masih calon, peserta sudah produktif dan aktif terlibat dalam kerja-kerja lapangan.

Kedua, Jakarta Post tidak membatasi calon wartawannya berlatar belakang apa, kuliah jurusan apa, yang penting bahasa Inggrisnya bagus, baik lisan maupun tulisan.

Ketiga, selain punya program Calon Wartawan, mereka juga buka internship (magang), ini bagian dari scouting kan?

Keempat, Jakarta Post tahu bagaimana cara mendapatkan orang-orang yang berintegritas. Para wartawan itu malu kalau mundur (resign) sebelum kontrak berakhir. Ini attitude, saya akan bahas ini di bagian lain (di bawah).

Gunakan Pihak Ketiga Untuk Merekrut Karyawan

Dalam sikon tertentu, memang butuh jasa pihak ketiga. Biasanya menggunakan tenaga mereka yang ahli di bidang psikologi.

Tapi kalau mau hemat ya gunakan cara ini untuk posisi-posisi yang krusial aja. Kecuali kamu udah punya banyak anggaran yang untuk rekrutmen karyawan biasa aja pakai jasa.

Keunggulan menggunakan jasa ini, mereka sudah punya rumus yang teruji untuk mencari orang yang loyal, terpercaya, berintegritas, bermoral, dan punya kapasitas.

Atau seenggaknya kamu bisa belajar tentang standar dasar mencari karyawan dengan integritas dan moral yang baik.

Cara yang biasa saya lakukan untuk melihat integritas dan moral seseorang itu secara umum bisa kamu baca di channel Telegram saya di sini (jangan lupa join ya).

Kemudian standar dasar itu bisa kamu gunakan untuk rekrutmen tenaga yang umum atau tidak memerlukan spek khusus. Yang proses rotasi atau pergantiannya tergolong mudah, yang kamu ngga pusing kalau mereka keluar masuk.

Bentuk Divisi Human Resource

Semua perusahaan maju punya divisi ini. Saya belum melihat teman-teman saya yang saya ceritakan di paragraf awal tulisan ini, mempunyai divisi human resouce.

Jujur aja saya sendiri saat ini juga belum punya, tapi lagi mengarah ke sana.

Saya sudah ketemu sama beberapa orang langsung yang memang mempunyai divisi ini dalam organisasi bisnisnya.

Malah, kalau sudah multi-corporate alias usahanya sudah banyak, human resource ini bisa menjadi badan tersendiri yang mengurusi seluruh SDM di banyak perusahaan-perusahaan yang kita kelola, dan ini juga hal yang sudah lumrah di kalangan pengusaha besar.

***

Ilmu tentang manajemen SDM ini bisa digunakan untuk berbagai hal, saya sendiri saat ini lebih banyak menggunakan ilmu ini untuk mengelola pesantren Sintesa yang dalam beberapa tahun ke depan ditargetkan punya 1.000 santri mukim dengan beberapa fokus bidang yang ditekuni para santrinya.

Tinggalkan komentar