Manis lembut bisikan. Merdu lirih suara. Bagai pelita. Berkilauan bintang malam. Semilir angin sejuk. Seakan hidup mendatang dapat ditempuh bersama bertemunya dua insan. Simphoni dan keindahan. Melahirkan kedamaian. Syair dan melodi. Bagai aroma penghapus pilu. Gelora di hati bak mentari sejukkan hati. Burungpun bernyanyi. Bungapun tersenyum. Hati mekar kembali bagai simphoni.
Hidup. Tak ubahnya seperti sinetron yang jika diamati memang tak jarang bahwa apa yang dilakukan merupakan suatu hal yang lebay.
Sinetron. Ada cinta. Permusuhan. Pertengkaran. Perselisihan. Hikmah. Indah. Sedih. Tangis. Tawa. Pertemuan. Perpisahan.
Terbangun dari tidur panjang yang melelahkan. Menyadari semua yang berjalan telah pergi dan tak dapat merangkai semua dekat di hayal. Berharap keajaiban datang hadir di pundak. Berharap keajaiban melekat di hayal. Mencari lekat masa lau.
Biarkan mimpi tetap mimpi yang melengkapi hayal. Terhenyak dan terbangunkan.
Bait-bait episode ini akan terus berjalan. Dan diri ini adalah tokoh utama yang merangkap sebagai Produser dan Sutradara.
Terkadang lupa bahwa episode yang dilalui ini bukanlah episode yang dilalui dengan sendiri menyepi. Kehidupan ini adalah majemuk. Bahkan bukan hanya dengan makhluk berjenis manusia. Kebutuhan dan hubungan sosial juga bergetar pada makhluk lainnya.
Pernah merasakan begitu kehilangan ketika seekor kucing yang telah lama menjadi teman bermain dalam keluarga itu ternyata harus menghembuskan nafas terakhir ketika melakukan proses kelahiran untuk anaknya. Pendarahan. Kematian.
Butuh waktu untuk membiasakan diri tanpa keberadaan kucing bercorak hitam putih itu di sisi.
Menemani di waktu makan. Belajar. Bermain. Tidur. Bahkan belanja sayuran di warung sebelah. Mengerti perasaan makhluk lain. Sudah pada tahap itu.
Kan menjadi malam. Kan menjadi Mimpi. Dan selimut hati yang beku.
Tak mungkin menyalahkan keadaan. Dan tak mungkin bersama.
Masih termenung kesepian, berharap sesuatu yang tak pasti. Seiring jejak kaki bergetar dan seketika itu pula terpaut oleh cinta. Menulusup hari dengan harapan namun masih terdiam membisu. Sepenuhnya terus menunggu. Betapa perihnya rindu menusuk hati. Seiring waktu yang terus berputar. Masih terhanyut dalam mimpi.
Kan menjadi embun pagi. Yang kan menyejukkan jiwa. Dan membasuh hati yang layu. Tinggalkan sejenak layu. Beri sedikit waktu.
Pernah suatu ketika dalam episode. Seorang dari golongan perempuan datang membawa cinta. Menerima cinta itu dengan hati sumringah. Perempuan yang selama ini menjadi pengalih dunia itu ternyata justru datang dan mengungkapkan isi hatinya. Belum sempat menawarkan gayung yang berharap disambut, justru malah disiram nuansa cinta terlebih dahulu. Tanpa berlama waktu, menyambut gayung darinya dengan sepenuh hati.
Episode demi episode berjalan. Indah. Semua sudah dirasa. Hingga ketika episode berat itu harus dilalui. Perpisahan.
Perempuan itu pergi bersama tangis yang dibawa pria lain. Episode ini dibumbui oleh sedikit rasa kecewa. Mengerti bahwa di hatinya hanya ada seorang pria. Namun orangtua dengan lantangnya meneriakkan kata-kata hak Veto dari mulutnya. Tak ada yang mampu melawan Veto bahkan Jepang dan Saudi sekalipun.
Maka jadilah episode itu sebagai penghias kanvas yang penuh kenangan.
Teruntai nada-nada indah itu dahulu. Kini, setiap mendengar syair dan nada tertentu selalu teringat akan sebuah peristiwa yang dilalui beriringan dengan syair dan nada tersebut.
Terbentang tulisan-tulisan itu dahulu. Kini, setiap membacanya kembali selalu menimbulkan ekspresi persis seperti ketika dahulu dirasakan. Sedih. Canda. Tawa.
Detik yang dirasakan sekarang selalu berakhir dengan kalimat To Be Continue. Esok masih misteri. Bersiap untuk kembali memulai episode baru, dan mempersiapkan diri untuk menerima kejutan-kejutan dalam setiap episode.
Membangun rencana. Planning. Impian. Harapan. Kenyataan. Ikhlas.
Tak bisa dilupa saat-saat indah. Semua cerita mungkin kini hanya tinggal kenangan. Harus pergi meninggalkan di dalam sepi. Bukan ingin untuk menyakiti perasaan. Maafkan. Yang tak bisa menunggu. Lupakan saja selamanya. Tidurlah. Sambutlah pagi nanti dengan raut tersenyum. pergilah dengan segenap rasa. Kini tiba saatnya harus berpisah.
Kan menjadi bintang. Kan selalu menyinari. Dan menghapus rasa rindu yang pilu. Biarkan ini jadi kenangan dua hati yang tak pernah menyatu. Tak ingin melukai hati lebih dari ini.
Mendengar simphoni di sana. Pengaruh sendu pilu terasa. Senada gelisah yang kian mencekam. Tangispun tersedak pilu. Di sini di pembaringan sendiri.