Tulisan ini saya tulis di atas Kereta Sancaka yang sedang melaju dengan kecepatan sedang. Yang akan saya kisahkan bagaimana saya mengalami yang namanya ngos-ngosan berlarian bersama kakak saya di Stasiun Gubeng, Surabaya.
Pagi ini, saya berangkat menuju Stasiun Gubeng dari rumah saya di daerah Wiyung (Surabaya Barat). Yang juga berangkat bersama ibu, ayah dan adik saya (Hanna). Ayah yang sekalian ingin ngantor dinas, juga ikut berangkat lebih pagi dari biasanya, karena ingin mengejar Sancaka yang berangkat pukul 07.00. Dan parahnya adalah, kami berangkat ke Stasiun pukul 06.15. Tau sendiri, bagaimana kondisi jalan di seluruh Kota Surabaya pada jam-jam seperti ini. Padat.
Ditambah lagi kami harus meraba-raba jalan untuk bisa sampai Stasiun. Karena meski punya rumah di Surabaya, kami jarang keliling kota. Menggunakan fasilitas GPS-nya BlackBerry untuk membantu raba-raba.
Sesampainya di Stasiun, lonceng tanda keberangkatan telah dibunyikan. Kakak saya langsung turun dari mobil tak mempedulikan mobil belum berhenti di area parkir. Ia langsung berlari menuju loket pembelian karcis. Dan saya langsung meminta pamit pada ayah – ibu. Hanya sempat mencium pundak tangan ibu tanpa sempat bersalaman dengan ayah. Langsung mengambil tas dan beberapa barang yang hendak saya bawa menuju kota Jogja.
Ketika sudah dipanggil-panggil oleh petugas, saya teringat ada yang tertinggal di mobil, “Kotak Ajaib Berisi Penuh Makanan” yang telah disiapkan dari rumah untuk perjalanan. Ya, kotak ajaib yang akan menemani perjalanan. Makanan. Terdengar keren bukan?! Saya memutar balik dan melihat mobil yang mengantar tadi sudah mulai jalan perlahan menuju pintu keluar. Saya lambai-lambaikan tangan ke arah sana. Dan mobil itu berhenti, tepat. Saya tahu, ibu saya tetap memperhatikan kami dari dalam mobil, dan saya yakin bahwa ibu memberikan aba-aba pada ayah untuk menghentikan mobilnya.
Segera saya berlari menuju mobil, dan mengatakan “Tas kresek yang sisinya makanan tadi mana ya?” Dicari-cari untuk beberapa saat, tidak ada. “Ya udah, ngga jadi.” Dan aku langsung berlari balik menuju dalam Stasiun, untuk mengejar kereta, melewati pintu masuk pemeriksaan karcis, dan langsung berlari menuju kereta yang seperti tinggal beberapa detik lagi jalan. 10 meter dari pintu kereta, saya mendengar ada suara yang memanggil-manggil, saya tahu dan mengenal suara siapa itu. Ibu.
Saya lihat ibu sedang berlari membawakan “Kotak Ajaib Berisi Penuh Makanan”. Tanpa bicara banyak, ibu berkata “Udah cepetan lari, masuk ke kereta”. Saya yang dalam kondisi seperti itu pun tak sempat memikirkan hal lain selain berlari ke arah kereta secepat mungkin.
Saya masuk, dan beberapa detik kemudian kereta berangkat. Huff!
Saya kirimkan sebuah Short Message Service satu untuk ibu, dan satu untuk ayah yang isinya adalah sama. “Alhamdulillah sudah di dalam kereta. Dan sekarang sudah jalan.”
Tak lama kemudian saya segera membuka laptop dan sesegera mungkin menuliskan kembali kisah (yang agak) heroik ini di sini. Kisah seorang yang mengejar dan dikejar waktu. Hikmah utamanya, bahwa waktu memang sesuatu yang berharga, tak dapat diputar balik, sekali kita melewatkannya maka kesempatan itu (kadang) tidak datang dua kali.
~tamat