Mengatur bandwidth itu mudah, bukan cuma membatasi speed dan user (pengguna), kamu juga bisa mengelola berdasarkan jam di waktu-waktu tertentu.

Saya mau sharing pengalaman yang mungkin bisa bermanfaat untuk sebagian diantara kamu.

Sekarang ini banyak temen-temen saya yang usahanya alhamdulillah berkembang, punya komunitas, punya small home office, dan semacamnya.

Barangkali ada diantara kamu yang mumet gimana caranya membagi bandwidth ke semua orang supaya koneksi internet tetap lancar dan stabil.

Masalah Umum Terkait Bandwidth

Dulu Sintesa start dengan 9 orang santri. Kalau masing-masing santri pakai 2 devices (1 laptop dan 1 HP), berarti ada 18 devices yang terkoneksi. Kondisi ini masih bisa dihandle pakai modem bawaannya Telkom.

Juga masih memungkinkan untuk dikasih instruksi “Dilarang download selain untuk kebutuhan belajar bersama”.

Tapi, masalah mulai muncul ketika jumlah santri udah lebih dari 30 orang, minimal ada 60 devices yang butuh koneksi. Beberapa problems yang cukup bikin cenut-cenut diantaranya:

  1. Koneksi jadi ngga stabil.
  2. Udah ngga bisa kasih peraturan dilarang download. Users sebanyak itu ada aja yang nakal.
  3. Speed 100Mbps jadi seperti sia-sia.
  4. Kontrol aktivitas ngga bisa dilakukan. Pernah ketahuan ada santri yang suka nonton porno, sedih.
  5. Dll

Meski udah pasang 100Mbps, tetep aja berhadapan dengan banyak problems yang cukup menghambat aktifitas. Bayar internet mahal dengan harapan bisa maksimal, tapi ekspektasi masih jauh dari realiti.

Emang harus dikontrol dari akarnya.

Mendadak saya jadi curious gimana cara kampus mengelola bandwidth mereka, gimana hotel, tempat publik, sekolah, perusahaan, dll.

Pasti ada rahasianya, dan saya pengen bisa begitu juga.

Setelah searching, banyak orang yang pakai Mikrotik untuk mengatur, membatasi, dan mengelola bandwidth.

Akhirnya beli Mikrotik, ngikut apa kata banyak orang, meski agak bingung karena varian produknya banyak banget. Dan ujungnya, alat ini ngga terpakai maksimal, karena ngga friendly untuk amatir (seperti saya).

Meski ada aja santri yang pengalaman di instalasi jaringan, saya mikirnya ngga pendek begitu. Mikir buat ke depannya biar ngga bergantung terus sama yang paham. Jadi kalau ada apa-apa bisa dihandle sama orang yang amatiran seperti saya atau staf guru lainnya.

Kenalan Dengan Ubiquiti Networks

Setelah santri makin banyak dan problem makin acak-acakan, insting untuk berburu ilmu mengatur bandwidth jadi semakin meningkat, biar segera dapat solusi.

Tanya sana-sini, baca sana-sini, sampai akhirnya ketemulah sama Ubiquiti Networks (kompetitor beratnya Mikrotik).

Ubiquiti hadir untuk menjawab kebutuhkan banyak orang tentang manajemen bandwidth tapi ngga pengen berhadapan dengan teknis yang njlimet. Seenggaknya begitu yang saya simpulkan dari berbagai reviews yang ada.

Karena sebenernya masalah paling populer tentang mengatur bandwidth itu cuma ada 3 aja:

Kekurangan Ubiquiti yang paling mencolok adalah soal pricing. Harganya rata-rata 2 sampai 3 kali lipat lebih mahal dari produk-produknya Mikrotik. Saya maju-mundur untuk beli Ubiquiti juga karena masalah harga ini.

Tapi, kita ngga akan pernah bisa tahu kalau ngga mencoba (baca ini). Akhirnya memutuskan beli dengan kondisi gambling, kalau sesuai harapan ya syukur, kalau ngga sesuai harapan ya anggep aja biaya belajar.

Belajar Setting Bandwidth

Produk yang saya beli adalah Unifi AP-LR. Tanpa ba-bi-bu langsung coba setup sesuai petunjuk yang ada di buku manual, gagal. Coba nonton YouTube, bingung.

Tapi ya tetep saya searching buat nambah wawasan tentang Unifi ini.

Beberapa hari kemudian saya baru ngerti bahwa Unifi ini ngga seperti Access Point pada umumnya. Dia lebih smart, jadi setupnya juga butuh beberapa steps. Dia butuh server di salah satu komputer yang disebut Unifi Controller.

Belajar saya berhenti karena waktu itu lagi banyak urusan, akhirnya Unifi ini nganggur, numpuk di barang-barang yang jarang dipakai.

Sampai beberapa bulan setelahnya, Sintesa mau ada hajat acara yang lumayan banyak peserta. Momen itu yang akhirnya memaksa saya pelajari lagi gimana cara setup Unifi. Alhamdulillah akhirnya berhasil. Meski waktu itu yang dipakai cuma kemampuan basicnya; memancarkan sinyal Wifi.

Saat pertama kali saya coba, ada satu yang bikin saya wow banget; Unifi bisa handle koneksi untuk 50 devices sekaligus dan stabil! Ajaib banget sih buat saya. Seenggaknya saya merasa selangkah lebih maju dari sebelumnya.

Di iklannya memang ada tulisan up to 100 clients, tapi saya sendiri antara yakin dan ngga yakin baca keterangan itu.

Semakin amazing lagi setelah coba dites bisa sampai 80 lebih devices terkoneksi dan tetap stabil.

Mengatur Bandwidth dengan Unifi

Pelan-pelan akhirnya saya tahu tips-trik memaksimalkan Unifi dan produk Ubiquiti lainnya.

Beberapa fitur yang bisa dilakukan oleh Unifi dan udah saya coba.

1. Banyak SSID

Jadi, satu alat Unifi itu bisa membuat 4 SSID (nama Wifi). Hanya dengan 1 unit, kita bisa buat Sintesa Santri, Sintesa Guru, Sintesa Tamu, Sintesa Admin. Dan setiap SSID punya privilege masing-masing.

2. Membatasi Speed (Bandwidth)

Bisa membatasi speed untuk setiap devices yang terhubung. Misal kita punya speed 100Mbps, kita pengen setiap devices dapat jatah 1Mbps (ini udah cukup untuk browsing), mau yang terkoneksi ada 5 atau 20, semuanya dapat jatah 1Mbps. Artinya speednya bisa dibagi sampai 100 devices.

Bisa juga dengan skema seperti ini:

3. Jadwal On/Off Internet

Bisa otomatis nyala jam 6 pagi dan mati jam 10 malam, hanya untuk wifi Sintesa Santri, tapi nyala terus untuk Sintesa Guru.

4. Membatasi Berdasarkan Mac-Address

Hanya bisa diakses untuk mac-address yang terdaftar. Ini lebih bagus untuk manajemen bandwidth. Jadi yang didaftarkan hanya mac-address laptop. HP santri tidak bisa terhubung. Kalau HP santri mau terhubung, mereka bikin hotspot sendiri di laptopnya. Jadi slot di Unifi tidak habis, hanya sesuai jumlah santri bukan jumlah devices, dan ini lebih stabil. CMIIW.

Kelihatan mac-address mana yang paling banyak habiskan bandwidth. Bisa terpantau aktifitas tidak wajar di sini.

***

Juga beberapa kelebihan lainnya yang saya rasakan:

  1. Akhirnya ngga perlu kabel LAN yang belepotan di mana-mana. Ruang belajar tetap bersih dan rapi.
  2. Ada GUI (General User Interface) yang friendly banget. Tinggal klak-klik semua keinginan bisa dijalankan, ngga seperti Mikrotik yang GUI-nya membingungkan.

Kesimpulan

Sampai tulisan ini saya buat, udah setahun lebih pakai beberapa produknya Ubiquiti Networks. Meski fiturnya ngga sekomplit Mikrotik, tapi kebutuhan paling mendasar untuk mengelola bandwidth Sintesa bisa tercukupi oleh Ubiquiti.

Kalau yang udah pro, pasti lebih pilih Mikrotik daripada Ubiquiti. Walau banyak kasus juga ada yang mengkombinasi mereka berdua. Router pakai Mikrotik, Access Point pakai Unifi.

Sekarang udah punya:

Rencana mau beli 2 Access Point dan 2 Cloud Key lagi beberapa waktu yang akan datang.

Cloud Key ini fungsinya sebagai komputer kecil (sebesar dua jari yang didempetkan) yang di dalamnya sudah ada Unifi Controller. Jadi kalau mau setup-setting Unifi ngga perlu bawa-bawa komputer/laptop, cukup pakai Cloud Key, dan semua datanya bisa disimpan di server Unifi secara online, for free tanpa biaya bulanan.

Dengan pakai Cloud Key ini kita bisa pantau aktifitas bandwidth komunitas kita dari seluruh dunia, ngga harus terhubung ke jaringan internet yang sama. Kalau saya lagi keluar kota, ya tetep bisa cek lewat smartphone.

Officialy, penerapan internet tanpa kabel LAN secara menyeluruh saat ini baru dipraktekkan di asrama Sintesa High Scool. Pelan-pelan mau diterapkan ke semua asrama, Akademi putra dan putri.

Kalau kamu awam tapi pengen bisa mengontrol bandwidth, saya sangat merekomendasikan produk-produknya Ubiquiti, terutama Access Point dan Cloud Key. Meski harganya agak tinggi, tapi tetap worth it untuk produktifitas di dalam komunitas.