Keluarga Baru

Ibrahim Vatih
28 April 2019

Tahun 2009, lebih dari 10 tahun lalu, abah mengumpulkan anak-anaknya. Intinya menyampaikan bahwa ummi dan abah ada rencana, abah akan menikah lagi.

Waktu itu anak-anak beliau masih bujang semua. Sekarang cucu beliau berdua sudah 10.

Saya pribadi bertanya-tanya dalam hati, “Nikah lagi? Nanti gimana? Sama siapa? Ummi gimana? Anak-anak gimana?” dan lain-lainnya.

Waktu itu sudah ada nama dengan siapa-nya, tapi karena beberapa pertimbangan akhirnya tidak berlanjut.

Di tahun-tahun berikutnya, wacana terkait hal itu juga terus berjalan. Tapi ya normatif, mengalir saja.

Dari awal memang sudah begitu, mengalir. Bukan hal yang ambisius, bukan juga menjadi sebuah keharusan.

Ummi selalu terlibat dalam semua prosesnya. Beberapa kali ummi yang menyodorkan nama. Atau kalau abah yang menyodorkan, ummi ikut “mereview”.

Saya ngga tau pastinya udah berapa nama yang pernah mereka (ummi dan abah) proses.

Tapi pernah ada satu nama di mana kami anak-anaknya sedikit dilibatkan, dikenalkan, diberi tahu profilnya, dan seterusnya. Meski akhirnya juga tidak berlanjut.

Sampai pada hari Jum’at tanggal 5 April 2019 kemarin, jam 11 siang, ummi kirim WA ke saya (japri), “Mas habis Jum’atan kita rapat.”

Rapat keluarga adalah hal yang sangat biasa di keluarga kami. Untuk berbagai urusan selalu kami bahas dan selesaikan melalui rapat keluarga.

Tapi ajakan rapat ini agak menarik, karena japri, bukan di grup keluarga sebagaimana biasanya. Kesimpulan saya saat itu memang rapatnya khusus untuk beberapa orang saja.

Ringkasnya, yang bisa ikut rapat hanya anak kedua (saya), ketiga, dan keempat. Anak pertama sedang ada urusan, anak kelima sedang di Mesir. Anak keenam dan ketujuh belum berkeluarga.

Sebagai gambaran, anak pertama sampai kelima adalah laki-laki dan sudah mempunyai anak semua. Anak keenam dan ketujuh perempuan dan belum berkeluarga.

Di rapat itu ada 5 orang. Ummi, abah, dan ketiga anak laki-lakinya.

Disampaikanlah maksud tujuan.

Proses perkenalan antara ummi, abah, calon, dan keluarga calon terjadi relatif singkat tapi cukup intensif.

Saat rapat siang itu (tanggal 5 April) disampaikan sudah tinggal lamaran tanggal 19 April. Sekaligus disampaikan insya Allah akan ada akad tanggal 27 April.

Mendengar itu, kami anak-anaknya tidak begitu kaget, karena memang wacana ini sudah lama sekali. Tapi bukan berarti tanpa gejolak.

Mendapat kabar ketika perjalanan tinggal lamaran dan akad tentu membuat kami sedikit nge-freeze beberapa saat.

Masing-masing dari kami anak-anaknya tentu punya beragam respon dalam hati dan bermacam perasaan.

Kalau 10 tahun lalu, saya punya pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya lebih ke internal keluarga. Sekarang lebih ke eksternal keluarga. “Bagaimana masyarakat? Bagaimana keluarga besar? Bagaimana besan? Menantu?” Dan seterusnya.

Tapi pada akhirnya kami tetaplah anak, yang taat pada orangtua adalah segalanya. Kami tahu track record mereka, pengambilan keputusan tentang hal ini dan siapa calonnya tentulah sudah melewati berbagai fase dan pertimbangan.

“Semoga Allah ridho atas jalan yang dipilih.” ujar ummi.

Di akhir pertemuan, ummi-abah meminta kami untuk menyampaikan pesan ini ke para istri kami.

***

Meilia, itu nama beliau. Biasa dipanggil (bunda) Lia. Calon ibu kami saat itu. Seorang ibu yang sudah dikaruniai 3 orang anak. Anak pertama berusia 17 tahun, anak kedua berusia 9 tahun, dan anak ketiga masih balita.

Sekitar 2 tahun lalu, ayah dari anak-anak beliau meninggal dunia.

Begitulah cara kerja takdir Allah.

Saat proses sudah semakin serius, ummi dan abah ke Surabaya, bertemu dengan pak Mashudi, om-nya bunda Lia.

Pak Mashudi, beliau berprofesi sebagai konsultan hukum di salah satu RS di Surabaya. Beliau sangat mengerti tentang hukum.

Dengan latar belakang hukum-nya itu, ditambah dengan besarnya rasa tanggung jawab, beliau sudah menyiapkan berbagai pertanyaan yang mau ditanyakan ke abah. Tapi karena (atas kemudahan dari Allah) abah datang langsung ditemani ummi, beliau tidak jadi banyak bertanya (sebagaimana rencana semula). Ditambah lagi ummi ikut terlibat aktif dalam pembicaraan di pertemuan itu.

Respon beliau demikian baik dan merasakan ketenangan dan keyakinan akan kebaikan proses yang sedang dijalankan. Alhamdulillah

Baginya, kehadiran ummi saat itu sudah menjawab banyak hal.

***

Khitbah dilangsungkan pada tanggal 19 April jam 10 di Surabaya. Dihadiri kurang lebih 20-an orang dari masing-masing keluarga.

Acara khitbah selesai di waktu zuhur.

Setelah itu, kami langsung pulang kembali ke Magetan.

***

Ummi, she is a very strong women.

Beliau adalah contoh nyata untuk anak-anaknya tentang pendidikan, akhlak, pantang menyerah, tanggung jawab, ibadah, dan banyak hal lainnya.

Sebagai seorang perempuan, adalah hal yang sangat manusiawi untuk menangis.

Tapi menangisnya beliau berbeda.

Menangisnya beliau bukan didominasi oleh hawa nafsu. Menangisnya beliau adalah perpaduan berbagai macam bentuk emosi dalam hati.

Cinta, bakti, haru, dan iman.

Setidaknya itu yang beliau sampaikan pada kami anak-anaknya.

Seumur hidup saya, belum pernah menemukan perempuan se-perfect beliau.

Bukan hanya anak-anaknya, para menantunya pun mengakui kapabilitas beliau dalam berbagai aspek.

Di lain kesempatan, saya akan coba tuliskan berbagai keunikan dan suri tauladan yang bisa diambil pelajaran dari hidup beliau, insya Allah.

***

Abah, he is a brave man.

Ada banyak inspirasi kecerdasan yang dipraktekkan anak-anaknya melalui kata-kata dan perilaku beliau dalam setiap kejadian.

A very complicated situation will be done in a single flick. Bi-idznillaah.

Cerdas tapi ngga berani, minim manfaat. Berani tapi ngga cerdas, cenderung mendekati mudhorot.

Abah, alhamdulillah beliau berani dan cerdas, nyaris dalam segala hal.

Perpustakaan berjalan, dua kata yang menggambarkan betapa jeniusnya pribadi beliau.

Abah tidak pernah kehabisan bahan untuk ngobrol apa saja dengan anak-anaknya.

***

Terkait rencana proses bergabungnya keluarga baru, ummi dan abah berpesan 2 hal kepada anak-mantunya:

  1. Kami diminta untuk sholat dan doa istikharah, dengan mengganti dhomir (kata ganti) saya menjadi kami (keluarga ini).
  2. Sama-sama diniatkan kebaikan untuk keluarga, dakwah, dan kaum muslimin.

***

Pernikahannya berlangsung sebagaimana biasa.

Dilangsungkan di Masjid Ulul ‘Azmi, Unair Kampus C, Surabaya.

Ijab dipimpin langsung oleh pak Imam Soejono, bapak dari bunda Meilia.

Dihadiri masing-masing keluarga, tokoh masyarakat, dan para tamu undangan, kurang lebih 200 orang.

Sesaat setelah rangkaian acara ijab-qobul ditutup, para tamu undangan berdiri mengucapkan selamat ke abah, ummi, dan bunda Lia.

Dari kejauhan, saya melihat wajah ummi. Beberapa detik kemudian ummi juga melihat saya. Saya senyum, dan beliaupun senyum.

Dalam hati saya, “You did it, mom..”

Abah berjalan menuju mempelai wanita, yang juga ada ummi di sampingnya. Abah mengeluarkan cincin, sambil dibantu ummi, dan dipakaikan ke jari bunda Lia.

I can’t describe this moment, speechless.

Sebagian dari tamu undangan menyalami ummi dan bunda Lia yang berdiri sejajar.

Anak perempuan dan para menantu, mereka menangis haru. Juga para tamu undangan perempuan.

Menyaksikan momen ini dan menjadi bagian dari setiap detik rangkaiannya, tentu menjadikan mereka juga beraduk-aduk perasaannya.

Acara walimah dilanjutkan di bagian bawah masjid. Makan dan foto-foto.

Dan alhamdulillah, semua proses selesai.

Foto bersama saudara dan para kerabat.

***

Selanjutnya, keluarga besar ini akan memasuki tahap ujian-ujian berikutnya. Akan ada ini dan itu yang harus dihadapi bersama.

Saya menulis ini sebagai bagian dari upaya syiar.

Bukan ke syiar ta’addud (menikah lebih dari satu istri), tapi lebih kepada syiar bahwa ada anggota baru di keluarga kami dengan proses yang baik.

Terpenuhi semua prosedurnya, baik secara hukum negara maupun hukum syariat.

Baarakallaah untuk ummi, abah, dan bunda Lia.

Anak-mantunya ummi, lengkap, without me (I’m taking photo). Gambar diambil setelah acara selesai.

Kami semua berharap doa terbaik dari para pembaca yang budiman. Semoga keberkahan senantiasa hadir dalam setiap episode perjalanan hidup kami dan hidup kita semua, insya Allah.

Sekian.