Kata bi’dah ini sering bikin orang salah paham. Termasuk judul posting ini, wkwk. Masing-masing punya definisi sendiri. Susah emang.
Saya mau bahas ini dari sisi lain; terapi quran.
Terapi quran atau yang gampangnya kita sebut ruqyah ini bisa jadi salah satu kunci furqon (pembeda) dan huda (petunjuk) untuk menyimpulkan suatu amalan itu dikatakan dholal (sesat) atau ngga.
Menarik kan?
Keluarga saya, terutama abah, udah nglotok banget kalo bicara tentang terapi quran. Udah 20 tahun lebih berkecimpung sebagai praktisi di bidang ini. Beliau (dan kami keluarganya) cukup banyak tau lah amalan seperti apa yang kalau dilakukan justru mengundang dedemit untuk ikut berkecimpung di dalamnya.
Kita pakai logika dulu.
Setan itu senang kalau manusia berbuat menyimpang dan kesesatan yang akhirnya berujung ke neraka.
Yang menyeret seseorang ke neraka pastilah maksiat kepada Allah. Sesuatu yang Allah murkai. Dan semua bentuk maksiat kepada Allah adalah hal yang paling disukai setan.
Begitu juga bid’ah.
Bid’ah yang dholal (sesat) akan menyeret manusia ke neraka. Maka, bid’ah yang dholal ini pasti juga disenangi setan, dan membuat setan tertarik untuk terlibat langsung di dalamnya.
Sederhananya, selama bid’ah yang dikerjakan itu tidak membuat setan tertarik (bahkan setan ngga suka), maka bisa dipastikan itu bukan bid’ah yang dholal (sesat, ke neraka).
Pertanyaan selanjutnya, gimana cara kita tau setan itu suka atau ngga? Nah di sinilah ilmu terapi quran (ruqyah) berperan.
Saya langsung ke studi kasus.
Abah pernah menangani kasus orang yang tahlilan di bawah pohon setiap malam tertentu. Gangguannya cukup dahsyat. Ringkasnya berhasil ditangani, dan kesalahan orang itu ada pada:
- Niat untuk tujuan lain (bukan lillaah).
- Pengkhususan tempat (di bawah pohon) dan waktu yang detail sampai jam sekian-sekian, juga durasi. Ini merupakan bagian dari syarat amalan yang diminta jin.
Kasus lainnya, abah pernah tangani orang yang wirid sambil berendam di air sungai. Gangguannya juga lumayan kuat. Kesalahan orang ini juga sama seperti kasus sebelumnya.
Pernah juga tangani orang yang dikasih buah sama neneknya, terus buah itu dia makan. Ternyata itu buah hasil dapat dari larung sesaji di laut selatan (pengakuan jinnya dan dia sendiri juga membenarkan).
Dia ngga ngerti apa-apa tapi kena dampaknya. Yang kalau dirunut, amalan itu kemungkinan besar udah keliru dari niatnya, dan syaratnya (yang harus buah-buah tertentu), ngga bisa diganti pakai pakan ikan misalnya (dengan dalih untuk makhluk laut).
Dan masih banyak lagi kasus serupa, yang mostly disebabkan salah niat, pengkhususan tempat-waktu, dan bersyarat.
Sekarang kita tarik ke amaliyah masyarakat yang sering diperdebatkan:
- Qunut subuh
- Tahlilan kirim pahala untuk mayit
- Sholat, baca quran, dan doa di dekat kubur atau di area kubur
- Yasinan tiap jum’at
Udah itu aja, buat contoh.
Faktanya, kami belum pernah menjumpai kasus orang bermasalah (diganggu jin) karena melakukan amalan-amalan di atas (qunut, tahlilan, yasinan, dst).
Belum pernah ada jin masuk ke dalam tubuh seseorang dikarenakan jin suka terhadap amalan tersebut.
Yang ada malah jin tidak suka terhadap amalan tersebut (mereka tidak kuat, kepanasan, benci).
Artinya bid’ah amalan tersebut derajatnya bukan dholal (sesat-menyesatkan), tetapi mahmudah (mendatangkan kebaikan).
Karena semua amalan tersebut niatnya mempunyai landasan dalil yang kuat dan lillaah (tidak salah niat), juga tidak terikat waktu, dan tidak bersyarat (tidak ada pantangan, tidak ada yang bisa dilanggar).
Syarat keterikatan waktu itu biasanya perintah (request) dari jin yang harus dipenuhi. Ini jatuhnya udah transaksional. Yang tujuan ngga akan tercapai kalau tidak dilakukan pada jam dan hari tersebut.
Kalau syarat-syarat lain biasanya makin besar permintaannya makin ampuh juga syaratnya. Mulai dari bersetubuh, tinggalkan sholat, sampai sesembahan dan kekufuran.
Tahlilan hari ke-7, dst, tidak lantas menjadikan itu pengkhususan, karena itu pada akhirnya hanya menjadi pilihan (kapan akan dilaksanakan). Yang hakikat amalannya tidak berubah. Juga ada beberapa dalil yang menyinggung masalah hari meski dalilnya lemah.
Kami sendiri juga mengamalkan kirim doa untuk eyang bersama santri dan masyarakat yang tidak kita tepatkan di hari ke sekian-sekian, pokoknya kirim pahala aja, titik.
Yasinan hari Jum’at juga hanya ijtihad para ulama masa itu (baca sejarahnya). Yasinan diganti hari ngga mengubah fadhilah (keutamaan) dan hakikat dari amalan itu.
Contoh masih banyak lah.
Ada bid’ah yang disukai jin dan ada bid’ah yang dibenci jin. Sampai di sini mestinya udah bisa ambil kesimpulan sendiri ya.
Just so you know.
Ada banyak amalan yang sebenarnya ngga dholal tapi dikatakan dholal oleh sebagian orang. Dan ada amalan yang sebenarnya dholal tapi dikatakan ngga dholal oleh sebagian yang lain.
Inti dari tulisan ini, saya cuma mau kasih sudut pandang lain tentang cara mendeteksi sebuah amalan itu dholal atau ngga. Dan ternyata ngga se-mbulet yang selama ini diperdebatkan.
Selesai.