Yang biasa kita tau kalo lewat warung sate pasti tulisannya Sate Gule Kambing (yang ayam, kelinci, kuda, dll, juga ada). Padahal yang diolah di warung sate itu belum tentu kambing lho.
Saya baru tau tanggal 22 September kemarin waktu belajar ke rumah pak Timan di Ngawi bahwa kebanyakan daging yang diolah di warung makan, katering, dan aqiqah itu adalah domba, bukan kambing. Alasannya nanti coba saya jelasin di bawah, buat yang belum tau aja ya, yang udah tau pasti banyak, hehe.
Jadi intinya, judul tulisan ini cuma kamuflase aja, soalnya kalo ditulis Belajar Ternak Domba itu kayaknya agak gimana gitu, meski sebenernya ngga gimana-gimana juga. *bagian ini rada ngaco
Well, di tempat pak Timan, satu kampung itu kelompok masyarakat ternak domba, dan pak Timan sebagai ketua kelompok. Jadi coba bayangin satu kampung hariannya itu ngurusi domba. Itu tempat yang sangat layak untuk kami (saya, mas Nur, babe) untuk belaja menimba ilmu.
Kami belajar tentang dasar-dasar ternak domba, mulai dari bridal, penggemukan, pangan, kandang, sampai pengolahan kohe (kotoran hewan).
Sampai pak Timan cerita tentang potensi bisnis domba yang lebih asik dibanding kambing. Beliau cerita, “Saya sering diminta warung-warung sate untuk suplai domba ke mereka. Tiap hari 1 domba. Saya ngga sanggup.”
Ya kalau hitung-hitungan 1 hari 1 domba, artinya dalam 1 bulan harus ada 30 domba ready-stock. Kalau ketersediaan domba hanya 30, artinya ngga bisa kontinyu. Jadi ngitungnya harus ditambah rumus masa panen domba yang normalnya 4 bulan. Artinya harus ada 30 domba kali 4 (bulan). Jadi untuk mencukupi kebutuhan 1 warung sate aja butuh setidaknya 120 domba. Mbeeek!
Pak Timan bilang ngga sanggup karena saat ini hanya punya 40 domba termasuk keterbatasan kapasitas kandang, dan pakan.
Nah, kalo ngomongin pakan ini ngga kalah menarik. Semua pangan dari limbah pertanian, damen padi, janggal jagung, kulit kacang, pohon dele, dll. Semua disiapkan satu kali untuk panen 4 bulan ke depan. Dengan 40 domba pak Timan aja, itu ketersediaan pakan butuh ruangan khusus untuk penyimpanan, berkarung-karung super banyak. Beuh.
Tadinya, waktu baru masuk ke rumah pak Timan saya beranggapan hewan ternaknya super banyak, karena waktu saya dateng langsung disambut sama tumpukan pakan yang berkarung-karung tadi sampai meluber ke luar rumah. Ealah, ternyata cuma untuk 40 domba. Speechless.
Ya, peternak sejati ngga ngarit tiap hari. Harus pake ilmu peternakan yang efisien.
Ini alasan kenapa ternak domba lebih menguntungkan daripada kambing
Domba Hewan Koloni
Tidak seperti kambing yang mustahil dijadikan dalan 1 kandang, domba justru semakin happy ketika ia tidak sendirian dalam 1 kandang, itu karena domba hewan yang berkoloni. Pak Timan bilang, kalau ada temennya yang ketinggalan gitu nanti yang lain teriak-teriak.
Kambing kalau dijadikan dalam 1 kandang, yang ada adalah berantem tanduk-tandukan, gigit-gigitan. Egonya super tinggi.
Daging Domba Lebih Empuk
Sebenernya kalo tau ilmunya, semua daging bisa diolah supaya empuk. Di sini kita compare seandainya tanpa diolah secara khusus, daging domba lebih empuk. Artinya ngga butuh waktu dan biaya tambahan hanya sekedar buat dagingnya jadi empuk.
Ini alasan kenapa warung sate, katering, dan aqiqah lebih suka pakai domba untuk daging olahannya.
Pakan Lebih Fleksibel
Domba dikasih pakan apa aja mau, kambing belum tentu. Kambing butuh hijau-hijauan khusus. Proses fermentasi pakan kambing dan domba juga agak berbeda. Domba lebih mudah dan simple proses fermentasinya.
* * *
Jadi ada banyak pelajaran yang kami ambil dari pak Timan. Kami belajar tentang ternak ini karena ada beberapa agenda yang mau kami eksekusi untuk rencana ke depan terkait desa tempat kami tinggal, salah satunya buat perekonomian warga.
Dari hasil studi ini kami mengambil beberapa keputusan.
- Memilih domba sebagai hewan ternak, bukan kambing.
- Ambil yang penggemukan, bukan bridal atau pernakanan.
Sekian cerita saya. Terimakasih udah baca.