Petualangan Satu Hari Di Surabaya

Ibrahim Vatih
12 April 2011

Pagi ini saya izin pada pihak ma’had untuk pergi ke Surabaya menghadiri acara gathering properti. Sekitar jam lima pagi saya berangkat menuju rumah kakak saya untuk menjemputnya pergi menuju Stasiun Tugu mengejar kereta Sancaka Bisnis. Sesampainya di stasiun ternyata untuk kelas bisnis hanya tinggal menyisakan satu tempat duduk. Maka kami memutuskan untuk membeli tiket dengan kelas di atasnya lagi yang tentunya dengan harga yang lebih “bagus”.

Menikmati perjalanan di atas kereta Sancaka Eksekutif. Untuk kedua kalinya dalam hidup saya menaiki kereta kelas ini. Bagus dan terdengar sedikit norak. Yang di atasnya telah sempat saya rasakan beberapa hal-hal yang menyenangkan seperti buang air kecil (halah), berselancar di internet, sarapan nasi goreng yang ditawarkan mas-mas dan mbak-mbak (kesannya banyak banget yang nawarin), juga sarapan for second time berupa nasi pecel di stasiun Madiun, baca buku, nulis, dengerin musik, bahkan hingga momen saya kecopetan pun sempat saya rasakan. Keren sekali sodara!

Omong-omong tentang kecopetan ini, saya sempat membuat geger suasana di kereta. Ceritanya begini, sebelum memulai bermain bersama laptop, saya menaruh dompet saya pada deck tempat minum yang berada di sisi kiri kereta, karena kebetulan posisi duduk saya berada di paling ujung kiri depan. Pojok tulen. Kemudian saya makan nasi pecel yang bungkusnya pakai daun pisang itu. Selesai makan saya melipat-lipat daun pisang bekas makan dan menarunya di bagian deck yang kemudian saya tindih dengan dompet di bagian atasnya.

Tak berselang lama, petugas klining serfis datang membersihkan sampah di setiap kursi termasuk juga area kursi saya, dan sampah di bagian deck itu juga menjadi target pembersihan. Bukan hanya sampahnya, tapi juga dompetnya “dibersihin” sama mas-mas klining serfis. Kacau!

Berselang satu menit kemudian (cukup lama lho ya), saya yang asik menulis baru teringat kalau saya menaruh dompet disana. Maka saya kejarlah itu mas-mas klining serfis yang sudah berada di gerbong satunya.

“Mas, tadi dompet saya juga mas bersihin lho..” Sembari melongo ke dalam karung kresek hitam seukuran karung bagor.

“Masa’..?” jawabnya penuh kepolosan -udah pengen lempar wajan.

Saya meminta dia untuk keluar gerbong (bukan keluar kereta -halah), dan saya periksa sampah-sampah di dalam kresek bagor itu. Setelah ngorek-ngorek saya tidak berhasil menemukannya. Ada yang membuat saya curiga, mas-masnya kan ada dua, yang satu bawa kresek bagor dan yang satu ngambi-ngambilin sampah, nah pas saya ngorek-ngorek sampah di bagian penghubung gerbong itu mas-mas yang ngambilin sampah malah ngga ada, entah ke mana (lagi berusaha menghilangkan barang bukti barangkali).

“Ya saya kan ngga tau apa yang kalian lakukan selama beberapa menit lalu..” Kata saya pada mas pembawa kresek.

“Oh, jadi mas-nya nuduh kami yang ambil yaa..?” dengan nada tanpa emosi doi berkata demikian, dan ngga lama mas yang satu lagi nongol dengan gelagat rada aneh. -sigh

“Kalau gitu kita panggilkan sekalian polisi kereta aja mas..” tambahnya lagi.

Saya meng-iya-kan supaya bertemu bersama polisi kereta.

“Mas nya ya yang kehilangan dompet..?” tanya polisi yang nampak masih muda tersebut. Di belakangnya masih ada dua polisi lagi juga ada beberapa staff dari pihak kereta api.

Debat kusir pun dimulai dan mulai memancing perhatian para penumpang lain yang ada di sana. Tapi lama-kelamaan kok malah semakin muter-muter dan tak ada jalan keluar. Saya pun berpikir bahwa memang tidak akan ada akhirnya kalau memang begini terus. Dan demi kebaikan semuanya (termasuk kenyamanan penumpang lain) maka saya memutuskan untuk diakhiri saja dengan damai.

“Oke, sekarang gini aja ya, bapak, ibu, mas-mas sekalian..” kata saya kepada semua yang menyaksikan, termasuk beberapa staff dan masinis juga hadir lho -keren.

“Karena memang sepertinya masalah ini tidak akan ada akhirnya. Karena memang semuanya berada dalam posisi yang serba salah..” tambah saya.

“Saya yang mungkin juga salah telah lalai menaruh dompet di tempat terbuka, dan lain-lainnya, sehingga menimbulkan kecurigaan pada pihak-pihak lain, maka saya selaku yang paling dirugikan di sini memutuskan untuk mengakhiri semuanya..”

“Saya ikhlaskan untuk barang-barang saya yang hilang baik uang maupun dokumen serta kartu-kartu penting di dalamnya..”

“Sebenarnya saya di sini pun engga menuntut uang, tapi saya mempriortitaskan barang-barang di dalamnya.”

“Jadi saya harap, jika nanti dari pihak kereta api menemukan barang tersebut, harap nantinya dikirimkan ke alamat yang tertera di kartu identitas yang ada di dalamnya.”

Intinya saya bicara kaya gitu sambil tetap mengembangkan senyum pastinya, mencerminkan isi hati saya yang tidak terlalu mempermasalahkan dengan barang yang hilang tersebut.

“Oke jadi gitu aja ya, semuanya. Mohon maaf sudah merepotkan.” ucap saya sebagai kalimat penutup. Saya menyalami mereka satu-satu, termasuk klining serfis. Kecuali ibu-ibu staff.

Saya balik lagi ke tempat duduk saya. “Gimana?” ucap kakak, “Ya gitu..” jawab saya.
Saya melanjutkan aktifitas lainnya dengan lebih banyak tidur dan istighfar sebelumnya. Innalillahi. Sesunguhnya semua milik Allah.

Sesampaiknya di stasiun wonokromo saya sempat membeli roti Maryam (ada yang pernah makan ini? enak lho) yang kemudian saya makan disepanjang perjalanan menuju rumah saya di daerah Wiyung -Surabaya menggunakan taksi. Sampai di rumah, langsung masuk dan mendapati Ummi (ibu) saya sedang berdiri mengenakan mukenah menunaikan sholat Zuhur. Saya dan duduk di ruang tengah sembari menanti ummi selesai. Buka kulkas nda ada makanan, lari ke dapur malah berantakan.

Saya cium punggung tangan Ummi.

“Ayo langsung pada siap-siap, mandi, ganti baju, sholat, nanti langsung ke Banana Leaf..” kata Ummi. Banana Leaf merupakan tempat belajar kami (bertiga) setiap bulan untuk belajar nyaplok properti.

Hmm, properti.. Saya ngiler kalau berbicara tentang ini. Menggiurkan, dan mendadak menjadi hobi baru bagi saya. Belajar properti merupakan salah satu usaha dalam mempelajari tehnik Diplomasi tingkat tinggi, menaklukkan orang-orang yang kita tunjuk untuk bisa mendapatkan apa-apa yang kita inginkan. Bukan hanya diajarkan tentang teori, tapi juga prakteknya.

Kakak saya yang baru mengikuti acara ini selama dua bulan sudah berhasil mendapatkan surat PPJB senilai 200-an juta, semacam surat perjanjian untuk mengikat rumah dan menjamin bahwa rumah itu akan aman di tangan kita dan tidak akan dijual ke orang lain oleh pemiliknya. PPJB sama dengan surat pengikat. Owh, baiklah, saya tidak akan bicara banyak-banyak mengenai ini.

Selesai persiapan di rumah, kakak saya manggil taksi di depan perumahan, kami menumpang taksi untuk menuju Banana Leaf di daerah Manyar sebelah Kertajaya. Menembus jalanan kota yang lumayan tidak macet.

Sesampainya di Banana Leaf seperti biasa, registrasi gathering, makan, minum, pembukaan, dan acara pun dimulai. Pembahasan tentang progress dari murid-murid Pak Cipto yang sudah mulai action. Rata-rata menggunakan strategi enam platform. Dan memang strategi ini merupakan strategi dasar sekaligus andalan yang bisa dikombinasikan dengan strategi apapun. Alhamdulillah mendapatkan banyak ilmu baru saat itu. Oh iya, tak lupa sebelum memulai acara kami bertiga mengawali dengan do’a agar apa yang kami lakukan saat itu mendapatkan keberkahan di sisi Allah. Abah yang memang tidak bisa hadir mengingatkan pada kami untuk memulai dengan do’a.

Acara selesai dan sebagai penutup hari itu pak Cipto mengajak semua murid-muridnya untuk nyaplok unit di Citraland Surabaya dan mengundang yang lainnya untuk mengikuti presentasi Podomoro City di hotel ShangriLa.

Kami bertiga tak menyia-nyiakan kesempatan untuk terus mendapatkan ilmu dan pengalaman, maka disepakati untuk menghadiri acara di ShangriLa, namun sayang cuaca hujan, dan supir taksi tidak mau mengantar karena banjir, mereka lebih memilih diam di pangkalan. Akhirnya ada ibu Wiwi yang bersedia untuk mengangkut kami bersama dalam mobilnya. Satu mobil berisi enam orang, yang mana 2 orang diantaranya adalah mereka yang sudah sukses bersama properti. Selama perjalanan kami saling bertanya jawab, seru poko’e.

Tiba di hotel berbintang lima yang saya tidak sempat membayangkan bahwa malam itu saya akan berada di dalamnya. Norak sekali sodara! Langsung menuju ruang pelangi, tempat yang akan digunakan sebagai acara presentasi. Sebelumnya mengisi guestbook, dengan mengisikan nama dan nomor handphone.

Duduk di tempat yang sudah di sediakan dengan penataan yang memang dibuat untuk bisa saling berbincang satu sama lain, dengan meja lingkar yang dikelilingi kurang lebih 9 kursi. Kebetulan di meja yang kami duduki itu kami adalah pengunjung pertama, tak lama datang seorang staff dari Podomoro menjelaskan tentang gambaran singkat dari unit yang nantinya akan mereka presentasikan. Dan satu per satu peserta lain mulai berdatangan.

Acara di mulai dengan makan-makan (prasmanan -seperti biasa). Selesai makan presentasi langsung dimulai. Mereka menjelaskan tentang surga dunia yang terletak di pusat kota Jakarta. Subhanallah. Saya sendiri mengalami Trans ketika mendengarkan presentasi yang mereka sampaikan. Bisa dibayangkan tentang kondisi di sana. Benar-benar sebuah kota mandiri yang berada di ibu kota negara. Saya tak perlu menjelaskan panjang lebar tentang perusahaan yang juga merupakan raja properti di Indonesia ini, silahkan search di Google, dan akan ada banyak sekali pembahasan-pembahasan menarik seputar ini.

Bisnis properti memang menggiurkan, selain karena tidak membutuhkan banyak modal juga mampu melatih kita untuk menghadapi berbagai macam karakter orang. Dan pastinya keuntungan yang didapat bisa hingga berkali-kali lipat jauhnya daripada bisnis lain. Believe me..

Malam itu saya sudah bertemu dengan orang-orang luar biasa, mengakhiri malam seru dengan berjabat tangan di lobi hotel bersama guru saya yang kondidinya pun tanpa ada plan dan terasa eksklusif. Tiba-tiba saja pak Cipto menghampiri kami bertiga dan melakukan obrolan singkat yang kemudian diakhiri dengan jabat tangan dan salam.

Kami langsung memanggil taksi untuk menuju terminal Bungurasih, pulang ke rumah di Magetan. Saya juga mau sekalian ngurus surat-surat yang sempat hilang di kereta. Kemudian langsung pergi ke Jogja untuk melanjutkan mimpi.

Ini hanya cerita perjalanan seorang vatih. Mungkin tak ada sesuatu yang spesial bagi kamu, tapi sangat spesial bagi saya. Sampe saya rela nulis panjang lebar gini demi mengabadikan momen ini dalam bentuk tulisan -apadeh-